Judul : Perkembangan
Ilmu Nahwu Melalui Metode
Kritik
Pengarang : Dr. H. Kojin, MA
Penerbit : STAIN Tulungagung Press
Tahun Terbit : 2013
Tebal : XIV+201 halaman
oleh : ISTIHABBIL IMAMAH / 2812133022
Menurut kajian epistemologis, ilmu pengetahuan dapat berkembang
melalui lima metode, yaitu: Pertama : metode rasional (manhaj ‘aqli),
ialah metode dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kebenaran yang bisa
diterima akal. Kedua: metode intuitif (manhaj
dzauqi), ialah metode dengan menggunakan kemampuan intuitif yang
teranigerahkan secara tiba-tiba tanpa melalui pengalaman terlebih dahulu.
Ketiga: metode dialogis (manhaj jadali), ialah metode dengan menggunakan
percakapan atau sampai perdebatan. Keempat: metode komparatif (manhaj
muqaran), ialah metode dengan cara membandingkan teori atau konsep yang
sudah ada. Kelima: metode kritik (manhaj naqdi), ialah metode dengan
cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep yang ada kemudian menawarkan
konsep baru dengan memberikan argumentasi-argumentasi yang lebih logis.
Lahirnya ilmu nahwu
akibat terjadinya gejala-gejala penyimpangan bahasa arab fushha (bahasa arab
yang sesuai dengan kaidah nahwu) baik yang berkaitan dengan bahasa komunikasi
sehari-hari atau bahasa al-qur’an. Pada mulanya penyimpangan terhadap kaidah
bahasa belum begitu terasa tetapi lama-kelamaan menjadi permasalahan yang
serius terutama setelah agama islam berkembang pesat diberbagai wilayah negara
tetangga, seperti : Persi, Yunani, Afrika Utara, India dan sebagainya. Karena
selain mereka memeluk agama islam, mereka juga belajar bahasa arab sebagai
bahasa Al-Qur’an. Bahasa arab yang menggunakan kaidah-kaidah i’rab yang sangat
ketat merupakan kesulitan tersendiri bagi non arab, karena dapat mengakibatkan
kesalahan makna. Bagaimana penjelasan mengenai penyimpangan-penyimpangan itu
maupun upaya para pakar bahasa untuk menciptakan kaidah-kaidah nahwu itu akan
terkupas secara tuntas dalam buku ini.
Di dalam buku ini tidak hanya
memberitahukan bagaimana nahwu itu
berkembang secara horizontal saja.
Namun dalam buku ini juga disajikan berbagai
macam kalam arab baik yang berupa syair atau prosa baru sekaligus dilengkapi kritikan
terhadap keotentikan bahasa tersebut oleh para ulama-ulama nahwu, seperti yang
dilakukan oleh Nashr bin Ashim, Yahya bin Ya’mar, Abu ishaq Al-Khadhramiy, Isa
bin Umar Al-Tsaqafi, Yunus bin Habib dan sebagainya. Suhu politik dan fanatic
kedaerahan ikut juga mempengaruhi terhadap corak nahwu, seperti Bashrah dan
Kufah. Mereka saling bersaing dalam memamerkan pendapatnya yang paling kuat dan
mengkritik pendapat madzhab lain. Kritik antar madzhab mulai muncul pada
periode ketiga dari sejarah nahwu Bashrah yaitu masa Al-Kahlil, sedangkan untuk
Kufah adalah pada periode pertama yaitu masa Ar-Ruasi. Kemudian dilanjutkan
oleh murid-muridnya dari Al-Khalil diwakili oleh Sibawaih dan Al-Ruasi diwakili
oleh Al-Kisa’i. mereka berdua saling berdebat dan mengkritik yang disaksikan
dihadapan Al-Barmaki.
Pada perkembangan
selanjutnya kritik tidak hanya terjadi antar madzhab, pada satu
madzhabpun terjadi kritik sebagaimana dalam penemuan penelitian ini. Sibawaih
seorang tokoh Bashrah yang tidak diragukan lagi tingkat keilmuannya dalam
bidang nahwu dikrik habis-habisan oleh Al-Mubarrid. Al-Kitab karangan Sibawaih
yang oleh para ulama’ nahwu dianggap sebagai Qur’anu Al-Nahwu, ternyata banyak
dari pendapat Sibawaih yang dianggap lemah oleh Al-Mubarrid, bahkan tidak
segan-segan Al-Mubarrid mengatakan pendapatnya Sibawaih sangat jelek (ra’yun
radi). Bentuk kritikan-kritikan ini oleh penulis dijelaskan secara rinci,
mendetail dan sangat rapi dan tidak terkesan berat sebelah karena kritik yang
telah dibuat oleh Al-Mubarrid sendiri itu bukannya menjatuhkan, akan tetapi lebih
bersifat konstruktif, karena mereka berdua sama-sama berasal dari madzhab yang
sama yaitu Bashrah. Pendapat Sibawaih yang dikritik Al-Mubarrid dalam
penelitian ini sebanyak 132 permasalahan.
Sisi kekurangan pada buku ini, penyajian
bahan materi ada yang bersifat rumpang, karena seringkali
gejala bahasa yang sama (contoh sama) dianalisis dengan kacamata berbeda,
begitupula adanya kemungkinan-kemingkinan pengembangan dari sebuah kasus akan
memunculkan pendapat yang berbeda. Hal ini sedikit menambah kebingungan bagi
pembaca, khususnya bagi pembaca yang belum pernah sama sekali menyentuh apa itu
ilmu nahwu. Buku ini sebenarnya bermutu dan kategori the best. Namun lebih baik
lagi dan sangat layak dikonsumsi oleh kalangan yang telah mengenal
kajian-kajian nahwu terlebih dahulu. Karena bacaan yang disajikan disini
menggunakan bahasa dan kaidah arab tingkat tinggi, permasalahannya dalam buku
ini tidak semua kaidah-kaidah balaghoh atau contoh kritikan yang menyangkut
sastra arab tidak dijelaskan beserta arti dan maksud dari kalimat contoh yang
dijadikan kritik tadi. Jadi apabila buku ini dipelajari bagi pemula atau
pembaca yang belum pernah sama sekali mengenal nahwu, pasti hasilnya adalah
nihil. Atau bisa dikatakan yang seharusnya dapat dijadikan penujang namun malah
berubah menjadi sebaliknya (tidak paham sama sekali).
mau pesan buku itu gi mana ya
BalasHapus